Kamis, 24 Februari 2011

kekejaman khadafi

 TRIPOLI – Hanya di Libya, seorang penguasa tega mengebom ribuan rakyatnya sendiri dengan pesawat jet tempur dan helikopter. Hanya di Libya, seorang presiden menghamburkan uang menyewa ratusan tentara bayaran dari Afrika untuk membunuhi demonstran yang meminta dirinya turun. Tiran itu bernama Moammar Khadafi. Di ibukota Libya, Tripoli, stasiun TV Al Jazeera menyiarkan peristiwa dimana beberapa jet tempur menjatuhkan bom dan menembaki ribuan demonstran yang berkumpul di Green Square dengan bengis. Dari atas gedung, para tentara bayaran menembaki warga sipil dengan peluru tajam.
Warga di kawasan Tajura, timur Tripoli, menceritakan, jenazah masih bergelimpangan di jalanan akibat kekerasan yang terjadi hari sebelumnya. “Sedikitnya 61 orang tewas di ibukota pada hari Senin,” kata sejumlah saksi.
Protes di negara Islam yang terletak di Afrika Utara itu meminta diktator Khadafi yang sudah bertengger di pucuk kekuasaan selama 41 tahun tersebut untuk mundur.
Para pendemo menyatakan, mereka telah menguasai sejumlah kota penting termasuk Benghazi, yang berhari-hari terjadi bentrokan berdarah antara pendemo dan aparat pemerintah. Benghazi merupakan kota kedua di Libya setelah Tripoli.
Dalam aksi hari Senin lalu, pemerintah Libya mencoba menghalangi pawai pendemo dengan mengerahkan jet tempur dan peluru tajam. “Apa yang kami saksikan hari ini sungguh tak terbayangkan. Pesawat tempur dan helikopter tanpa pandang bulu membombardir satu area ke area lainnya. Banyak, banyak yang tewas,” kata saksi Adel Mohamed Saleh dalam siaran langsung.
“Mereka yang bergerak, meskipun di dalam mobil, mereka (aparat) akan memukul kamu,” ujarnya.
Tapi tidak semua pilot jet tempur di Libya berhati binatang. Dua pilot pesawat tempur A-F1 Mirage yang diperintahkan Khadafi membombardir demonstran di Benghazi, membelot di tengah perjalanan. Tapi dua pilot berpangkat kolonel itu tidak berani masuk kembali ke negara mereka karena pasti dihukum mati sebagai pengkhianat. Karenanya mereka mendarat darurat di sebuah bandara di Valetta, Mali, negara yang berbatasan dengan Libya. Kedua pilot pahlawan ini meminta suaka politik kepada pemerintah Malta.
Tak lama kemudian, dua helikopter Prancis dari Libya mendarat di bandara yang sama dan membawa satu orang WN Prancis dan enam orang sisanya dari Libya yang melarikan diri.
Kemuakan terhadap Khadafi tidak hanya merayap di jalan-jalan Tripoli, ibukota Libya. Para diplomat Libya di luar negeri, termasuk Indonesia, juga menumpahkan kemuakan mereka terhadap penguasa Libya yang sudah bertengger di singgasananya selama 41 tahun tersebut. Para diplomat itu menarik dukungan pada Khadafi dan meminta tentara Libya menurunkan pemimpin Libya yang setia dengan pangkat kolonelnya itu.
Wakil Duta Besar Libya untuk PBB Ibrahim Dabbashi beserta para staf mendesak penurunan rezim Khadafi dengan segera dan menegaskan untuk melayani rakyat Libya. Mereka juga menyerukan kedutaan Libya di negara lainnya untuk melakukan hal serupa. Dabbashi dan para staf mengecam bentrokan berdarah, yang terus dilakukan Khadafi untuk mempertahankan kekuasannya yang sudah berlangsung selama 41 tahun itu. Pernyataan itu juga menyatakan penyesalannya atas ratusan korban tewas dalam 5 hari pertama bentrokan berdarah.
Dabbashi mengatakan tidak tahu keberadaan atasannya, Duta Besar Libya untuk PBB Abdurrahman Shalgham. Shalgham yang juga mantan menteri luar negeri itu, dipercaya tidak berada di New York, kantor pusat PBB. Dabbashi mengatakan Shalgham tak ada kaitannya dengan pernyataan mengecam Khadafi itu.
Juru bicara perwakilan Libya untuk PBB Dia al-Hotmani mengatakan, para staf menyatakan rasa simpatinya atas genosida yang terjadi di Libya. “Kami tidak melihat reaksi dari komunitas internasional. Muammar Khadafi yang tiran telah menunjukkan dengan jelas, juga melalui anak-anaknya, betapa dia mengabaikan dan membenci Libya dan rakyat Libya,” ujar al-Hotmani.
Mereka juga mengutuk penggunaan ‘tentara bayaran Afrika’ oleh Khadafi yang memicu pemberontakan dan pembantaian yang belum pernah terjadi di Libya.
The Guardian juga melansir Dubes Libya di Jakarta juga membelot dari pemerintahan Khadafi. Selain Dubes Libya di Jakarta, dubes yang menarik dukungan kepada Khadafi adalah Dubes di China, Malaysia, India dan Polandia. Diplomat lainnya yang melakukan hal serupa adalah diplomat di Liga Arab dan misi Libya di PBB. Dubes Libya di AS juga dikabarkan mundur.
Sementara itu, Kedubes Libya di Kuala Lumpur, turut mengecam penumpasan pendemo oleh Khadafi. “Kami mengutuk dengan keras pembantaian barbar, kriminal dan penghapusan total warga sipil yang tidak bersalah,” demikian bunyi statemen Kedubes Libya di Malaysia setelah diduduki oleh sekitar 200 pendemo anti-Khadafi.
Sementara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI belum berencana mengevakuasi 875 WNI yang tengah berada di Libya.  “875 WNI yang terdata oleh perwakilan kita. Sebagian besar TKI formal sekitar 500-600, 130 mahasiswa dan sisanya TKI informal,” kata Direktur Perlindungan WNI Tatang Razak.
Dia menyatakan saat ini belum ada rencana untuk mengevakuasi seluruh WNI. Namun KBRI tetap menyiapkan skenario untuk kondisi terburuk.
“Belum ada rencana evakuasi dalam waktu dekat. Tapi kita siapkan kemungkinan terburuk,” imbuhnya.
Saat ini sebagian besar WNI sudah diamankan di KBRI di Tripoli. Dia memastikan seluruh WNI dalam kondisi aman. “Kita juga terus melakukan evaluasi atas keadaan di sana. Dubes kita terus berkomunikasi dengan duta besar negara lainnya

0 comments:

Posting Komentar